Beberapa hari yang lalu aku mau bantu2 logistik Natal PMK. Hujan yang rintik2 dan mata yang sayup2 tampak menjadi lawan yang mudah. Aku sangat bersemangat, entah kenapa. Kakiku pun menuntunku masuk ke angkot Caheum-Ledeng. Seharusnya aku turun di gerbang belakang, tapi entah kenapa aku ingin sekali di parkiran sipil saja. Tiba2 saja hati menjadi manja dan kakiku menuruti hatiku. Tak juga kumengerti mengapa.
Tak lama, aku sampai di antara pepohonan lapangan sipil. Melewati rerumputan yang lembab dan pohon2 saksi-saksi sejarah yang tak mampu berkata2. Gedung sipil dan fisika seakan berbisik kepadaku, tak dapat kudengar apa yang ia katakan. Sekejap aku merinding, mengingat betapa banyak orang besar yang pernah menjejakan kaki di tempat ini. Terlena dengan bayanganku, tak kusadari CC Barat menepuk bahuku. Ya, CC Barat, kawan lamaku. Entah berapa materi OSKM yang telah disusun di tempat ini. Entah berapa gerakan mahasiswa yang telah diserukan di tempat ini. Aku ingat kilau matahari pagi yang beriringan dengan kedatangan mahasiswa baru ITB di tempat ini. Matahari selalu mengingatkan akan hari esok.
Kakiku melangkah lagi melalui Plaza Widya. Kampus ini adalah tempat untuk bertanya dan pasti ada jawabannya kata Plawid. Senyum tak bisa kutahan dari bibirku. Betapa tinggi harapan bangsa ini pada mahasiswa Ganesha. Sisa waktuku sebagai mahasiswa, harus kupakai untuk menjadi jawaban. Entah mengapa kulewati Plawid, padahal rintik hujan masih bergantian menyambut.
Dari sana aku beranjak lagi melalui TVST dan Oktagon. Sepasang kakiku terhenti kembali. Tempat ini pernah punya arti yang begitu dalam, setidaknya untukku. Hanya nada taganing dan sulim yang menari didalam pikiranku. Seandainya aku lebih pintar membagi waktuku, lebih banyak kontribusi yang dapat kuberi. Mungkin Tuhan memang tidak inginkanku disana. Dan masih tak kupahami mengapa aku jalan melalui tempat ini.
Tetes air hujan jatuh membasahi rerumputan. Kembali ku dapati diriku termangu. Ku tatapi langit dan kurasakan angin yang berhembus disekelilingku. Akhirnya aku mengerti. Tuhan berbisik padaku melalui alam, melalui bangunan. Dia masih memanggilku untuk berkarya disini. Dia masih menantiku memberi jawab.
Biar waktu yang membuktikannya. Jawaban bagi permasalahan kampus. Kemudian Indonesia.
Akhirnya aku terus berjalan memenuhi tujuan ku semula untuk membantu logistik natal PMK ITB. Pelayanan yang tidak mudah, tapi Tuhan selalu yang pimpin kami. Kesetiaan melayani di perkap dan logistik adalah bekal yang sangat mahal dalam mengerjakan visi kemudian hari.
Visi tidak boleh berhenti hanya di kampus. Visi tidak boleh berhenti hanya di unit, di himpunan, di organisasi. Visi harus sampai pada Indonesia dan dunia. Perjuangkan visi kita bagi orang lain. Bukan semata karena mencari pahala, tapi leluhur kita telah memperjuangkan visi mereka bagi kita terlebih dahulu.
Bersyukurlah dengan berjuang!
Kawan, tidak satu visi pun sepele. Semua berharga bagi Ibu Pertiwi, semua berharga di mata Tuhan. Maka cari dan kerjakan visi. Heninglah sejenak untuk mendengarkan bisikan dan panggilan itu. Selamat mengerjakan visi, Tuhan memberkati :)
Tak lama, aku sampai di antara pepohonan lapangan sipil. Melewati rerumputan yang lembab dan pohon2 saksi-saksi sejarah yang tak mampu berkata2. Gedung sipil dan fisika seakan berbisik kepadaku, tak dapat kudengar apa yang ia katakan. Sekejap aku merinding, mengingat betapa banyak orang besar yang pernah menjejakan kaki di tempat ini. Terlena dengan bayanganku, tak kusadari CC Barat menepuk bahuku. Ya, CC Barat, kawan lamaku. Entah berapa materi OSKM yang telah disusun di tempat ini. Entah berapa gerakan mahasiswa yang telah diserukan di tempat ini. Aku ingat kilau matahari pagi yang beriringan dengan kedatangan mahasiswa baru ITB di tempat ini. Matahari selalu mengingatkan akan hari esok.
Kakiku melangkah lagi melalui Plaza Widya. Kampus ini adalah tempat untuk bertanya dan pasti ada jawabannya kata Plawid. Senyum tak bisa kutahan dari bibirku. Betapa tinggi harapan bangsa ini pada mahasiswa Ganesha. Sisa waktuku sebagai mahasiswa, harus kupakai untuk menjadi jawaban. Entah mengapa kulewati Plawid, padahal rintik hujan masih bergantian menyambut.
Dari sana aku beranjak lagi melalui TVST dan Oktagon. Sepasang kakiku terhenti kembali. Tempat ini pernah punya arti yang begitu dalam, setidaknya untukku. Hanya nada taganing dan sulim yang menari didalam pikiranku. Seandainya aku lebih pintar membagi waktuku, lebih banyak kontribusi yang dapat kuberi. Mungkin Tuhan memang tidak inginkanku disana. Dan masih tak kupahami mengapa aku jalan melalui tempat ini.
Tetes air hujan jatuh membasahi rerumputan. Kembali ku dapati diriku termangu. Ku tatapi langit dan kurasakan angin yang berhembus disekelilingku. Akhirnya aku mengerti. Tuhan berbisik padaku melalui alam, melalui bangunan. Dia masih memanggilku untuk berkarya disini. Dia masih menantiku memberi jawab.
Biar waktu yang membuktikannya. Jawaban bagi permasalahan kampus. Kemudian Indonesia.
Akhirnya aku terus berjalan memenuhi tujuan ku semula untuk membantu logistik natal PMK ITB. Pelayanan yang tidak mudah, tapi Tuhan selalu yang pimpin kami. Kesetiaan melayani di perkap dan logistik adalah bekal yang sangat mahal dalam mengerjakan visi kemudian hari.
Visi tidak boleh berhenti hanya di kampus. Visi tidak boleh berhenti hanya di unit, di himpunan, di organisasi. Visi harus sampai pada Indonesia dan dunia. Perjuangkan visi kita bagi orang lain. Bukan semata karena mencari pahala, tapi leluhur kita telah memperjuangkan visi mereka bagi kita terlebih dahulu.
Bersyukurlah dengan berjuang!
Hanya ada satu negara yang pantas menjadi negaraku. Ia tumbuh dengan perbuatan dan perbuatan itu adalah perbuatanku - Hatta
Kawan, tidak satu visi pun sepele. Semua berharga bagi Ibu Pertiwi, semua berharga di mata Tuhan. Maka cari dan kerjakan visi. Heninglah sejenak untuk mendengarkan bisikan dan panggilan itu. Selamat mengerjakan visi, Tuhan memberkati :)