6.12.2014

The Virtue of Indonesian Scientists and Engineers

YES Summit 2014. Young Engineers and Scientist Summit. Konsep yang baik walaupun teknisnya buruk. Yah, tapi Tuhan tak pernah merancangkan hal yang buruk untuk kita semua. Ternyata Tuhan mengirimkan Pak Krisnahadi Pribadi sebagai pengganti yang sepadan menutup keburukan teknis acara tersebut. Mataku terbuka akan spektrum cahaya yang baru. Bahwa teknologi tak sesempit yang kubayangkan. Urgensinya pun terlalu tinggi untuk dipandang hanya sebagai sebuah supporting system dalam negara.

Baru-baru ini aku terjun kedalam dunia yang baru di kampus. Daerah yang tak pernah kusentuh sebelumnya. Namun visi membawaku dekat pada dunia ini. Kelak nanti aku bisa terlaru dalam dunia tersebut. Tak dapat kusangkal, Tuhan begitu luar biasa. Dibuatnya aku bertemu orang yang begitu membuka pandangan ketika baru saja kusentuh dunia ini. Dunia riset dan teknologi.
Banyak orang berpandangan, mengapa ilmuwan dan insinyur Indonesia belum mampu membuat mobil? Membuat telepon genggam? Membuat mobil listrik? Membuat pesawat luar angkasa? Satu hal yang perlu diketahui, kita mampu! Hanya saja selama ini kita tidak bisa menghasilkan semuanya sendiri. Benar kita punya pabrik A, pabrik B, dan pabrik C. Tapi bukan pabrik yang kita butuhkan. Kita membutuhkan sebuah industri.



Sebelum masuk kebagian selanjutnya, seperti biasa ada sebuah lagu yang ingin saya beri. Lagu ini adalah lagu kemahasiswaan favorit saya. Diciptakan oleh Abah Iwan dari UnPad. Mungkin lagu ini lebih familiar di telinga mahasiswa-mahasiswa Bandung, tapi semoga lagu ini mampu membawa kita pada semangat yang baru.

Saya ingat cerita tentang seorang insinyur Indonesia yang dalam perjalanan karirnya bersama sebuah perusahaan motor Jepang merancang motor Nasional. Singkat cerita, rencana agungnya tersebut mampu terlacak oleh perusahaan besar tersebut. Insinyur tersebut dipecat, kantor dan tempat tinggalnya diobrak-abrik sampai blueprint rancangan motor tersebut dihancurkan. Dalam kehancuran mimpinya dan renungannya di kemudian hari, ia mendapati perusahaan motor tersebut membuat motor berdasarkan blueprint yang sudah ia rancang tanpa mencantumkan namanya.

Kembali pada bangsa kita hari ini. Yang sekarang ini sedang berkembang adalah ekspor barang yang siap olah. Memang baik jika kita mampu mengolah barang tambang atau sumber daya alam kita menjadi bahan siap pakai. Seperti contohnya saja karet menjadi Lump yang siap diolah. Tapi alangkah lebih baik jika kita bisa mengolah dari hulu sampai ke hilir secara mandiri. Sehingga keuntungan yang dihasilkan setiap sektor pun mampu memberi makan masyarakat kita sendiri ketimbang hanya menjadi mainan negara-negara maju. 
Gambar 1. Krisis Insinyur Mengancam Pembangunan Nasional

Tanggungjawab dan harapan itu tentunya hutang yang harus kita bayar, sebagai ilmuwan dan insinyur. Ketertinggalan kita dengan bangsa-bangsa lain dan keterpurukan perkembangan ristek harus mampu kita kejar dalam 10-20 tahun kedepan jika kita tidak ingin tenggelam selamanya. Tentu saja saya tidak berbicara masalah gagap atau tidaknya bangsa kita terhadap perkembangan teknologi. Saya sedang berbicara masalah kemampuan bangsa kita untuk menjadi mandiri. 


Kita seringkali mendengar pernyataan bahwa jenjang pendidikan wajib kita tempuh untuk mencari ilmu. Saya tidak sepakat. Sampai kapanpun jika ilmu yang kita cari kita tidak akan mendapatkannya. Hanya ada tanggungjawab di tempat kita menempuh pendidikan. Ya, tanggung jawab akan mereka yang tidak bisa menikmati pendidikan seperti kita. Tanggungjawab akan ratusan juta rakyat yang menaruh harapan pada hati nurani mereka yang dapat menikmati pendidikan. Apalagi ranah pendidikan insinyur dan ilmuwan yang tergolong langka. Pendidikan mampu mengubah hidup kita, hidup mereka.


Dalam semua kelemahan, keresahan, kegelisahan dan kehancuran itu muncul sebuah tanya. Apa kita akan menyerah? Apa kita akan lari seakan itu bukan masalah kita? Jawabannya tidak. Lemah adalah alasan untuk menjadi kuat. Tanpanya kita takkan lagi menemukan ruang untuk berkembang. Kelemahan adalah sebuah peluang yang tanpanya, tidak ada pahlawan yang terlahir. Tidak ada orang yang memberi harapan bagi bangsanya. 

Mengutip dan memberikan sentuhan tambahan pada kutipan Presiden Kabinet KM-ITB, Mohammad Jeffry Giranza: Bahwa prinsip membangun bangsa itu seperti ketika kita mengayuh sepeda. Ketika kita berhenti bergerak, kita pasti jatuh. Ketika kita berhenti berinovasi, bangsa ini pasti jatuh. Tidak masalah kita tidak mengayuhnya secepat bangsa yang lain. Yang paling penting, kita mengayuhnya diatas kaki kita sendiri!

Semoga profil dan pemikiran saya boleh menceritakan mimpi serta integritas saya di manapun berada.


Untuk Tuhan, Bangsa dan Almamater!

Steve Yudea
102.10.052
Menteri Riset dan Teknologi 
Kabinet KM-ITB