6.12.2015

Terdidik dan Terpelajar

Akhir-akhir ini sering terpikir, apakah setiap orang yang telah menumpuh pendidikan dalam tahap apapun sudah bisa disebut sebagai terpelajar? Apakah ketika kita menanda tangan atau menyemprot dengan piloks seragam hitam putih yang maka kita sudah dapat disebut terpelajar? Ataukah ketika iringan massa himpunan mengantar langkah terakhir kita sebagai mahasiswa?

Saya pikir tidak semudah itu.

Ambil contoh salah satu kata yang paling disuka oleh remaja kekinian: 'ANJIR'. Remaja mana yang nggak pernah ngomong kata ini? Kalo ada yang bilang nggak pernah ngomong... boong banget anjir. Kata ini seringkali jadi pelesetan dari kata-kata kasar yang biasa dilanturkan penduduk Indonesia ketika mengalami suatu hal yang mengguncang emosi. Walaupun saya nggak paham kenapa harus binatang satu ini sih yang dijadikan umpatan. Padahal jujur aja, gw masih lebih suka ngurus anjing daripada ngurus orang. Orang banyak maunya, anjing cuma mau tiga hal (makan, minum, main). Mungkin di dimensi yang berbeda anjing pun ngomong orang sebagai umpatan.


Nih anjing American Pit Bull Terrier gw di rumah, Bumi von Ichito.

Okee, kembali ke topik anjir. Salah satu pengguna kata anjir yang paling banyak saat ini bisa dibilang adalah remaja tanggung sampai ke dewasa muda. Atau dengan kata lain anak sekolah usia SMP, SMA dan Mahasiswa bahkan pekerja- pekerja kantoran. Pertanyaan utamanya adalah, apakah mereka tahu arti kata anjir yang sebenernya?

Berdasarkan KBBI, Anjir artinya....

terusan; saluran (air); kanal
Nahlo! Artinya ada choi! Elo ngomong kagak tau artinya. Begimane dah... Katanya anak Sekolah?

 Menurut pendapat gw, terdidik adalah mereka yang tau aplikasi dari suatu hal, sering menggunakan hal tersebut berulang-ulang namun tidak paham nilai dan makna sesungguhnya. Ilmu yang didapat barangkali menjadi formalitas pengantar kerja. Sedangkan terpelejar paham seluk beluk dan makna dari ilmu yang telah di terima serta memanfaatkannya untuk berdampak.

Beda tipis namun krusial sekali dalam membangun suatu peradaban. Tanpa kaum terpelajar, suatu bangsa hanya akan menjadi alas kaki bagi bangsa-bangsa lain. Menjerit minta tolong kesana kemari seakan tak bisa ia tentukan masa depannya sendiri. Maka berhentilah belajar untuk memenuhi hal-hal trivial dan superficial atau permukaan. Karena jauh didalam kalbu sang ilmu, terdapat masa depan bagi mereka yang mendedikasikan dirinya menggali makna.

0 komentar :

Posting Komentar