6.21.2015

Observation Upon Fellow Indonesian: 1. Lu orang apa?

Lu orang apa? Asal darimana? Suku apa? Agama apa? Jambul lo miring kemana? Susunan DNA lo kayak gimana wak?

This will be one of the very first question an Indonesian ask to you, though you are actually an Indonesian. The worst part is, beberapa dari mereka akan memperlakukan elo tergantung dari jawaban elo. Kalo sama kayak mereka, mungkin elo bakalan dibantu, tapi kalo beda...

Percaya ga lo? Nih tonton video yang satu ini sebagai pembuktian...



Walaupun social experimentnya punya kekurangan tapi cukup sahih lah untuk ngambil kesimpulan kalo rasis kecil2an itu masih ada. Mungkin seharusnya di social experiment ini, berat badan si orang yang ke wartegnya di sesuaikan juga yah. Jadi variabelnya sama semua. Hoho. Mungkin hasilnya beda, but who knows. Gw lebih sepakat kalo harga makanan di warteg atau di restoran itu bergantung sama berat badan lo. Jadi nanti ada rangenya, untuk 3 centong nasi kalo berat lo 40-60 kg harganya Rp 3000. Kalo 60-80 jadi Rp 6000 dan kalo 80-100 jadi Rp 9000. Makanya badan jangan gede2 #eh. Yak intermezzo nomor 1. Lanjut gan.

Ntar dulu, jangan2 jangan2... Kalo hal ini terjadi pada level porsi makanan di warteg doang sih gak kenapa-napa. Yang lebih berbahaya itu kalo hal kayak gini terjadi di level pimpinan-pimpinan stakeholder seluruh Indonesia. Baik itu perusahaan, pemerintahan, militer dan dunia pendidikan men. 

Yuk kita berandai andai. Bayangkan di Perusahaan Tempe Acuh Tak Acuh ada dua calon CEO, si A dan si B. Katakanlah (gausah mikir yang lain2, katakan saja) si A lebih jago dari si B. Namun para pemegang saham sesukunya sama si B. Eh tau-tau kepilih deh si B. Entah apalah yang bakal terjadi sama si perusahaan itu. Hal inilah yang kita masih perlu banyak belajar dari negara-negara maju untuk mampu bertahan di tengah persaingan global. Kita harus belajar melihat dari orang yang memiliki perbedaan dengan diri kita. Tanpa perlu kita cela orang lain karena berbeda pandangan atau berbeda apapun juga. 

Gw tengok orang-orang Indonesia banyak sekali yang tidak suka terhadap Wahyudi (ceritanya sukunya disensor). Karena masalah Palestina lah (coy ini bukan masalah agama), masalah inilah, masalah itulah. Tapi kenapa nggak kita ambil hal-hal positif yang ada di kebudayaan mereka? Orang Indonesia banyak yang mencela produk2 luar negeri ciptaan otak-otak wahyudi walaupun tetap dipake juga sih. Tapi kenapa nggak kita serap aja ilmu mereka? Salah satu (sub)ras yang paling cerdas di dunia adalah Wahyudi Ashkenazi yang udah turunannya turunan lagi dari 12 suku asli Israel. Tau nggak kenapa mereka bisa secerdas itu? Karena ibu-ibu mereka cerdas. Sewaktu hamil, saudari2 kita ini sering ngerjain soal matematika coba. Buset. Selain itu ada diet-diet khusus yang mereka makan untuk mendukung kecerdasan mereka kayak kacang-kacangan dan ikan. Yang paling keren itu, ketika mereka berusia 13 tahun, mereka sudah diajak bicara layaknya seorang dewasa. Ininih yang jauh banget dari orang Indonesia. Makanya orang Indonesia sampe umur 20 tahunan juga banyak yang masih manja, cemen, ga mandiri.

Hal diatas juga bisa kita lakukan ke suku bangsa Indonesia yang berbeda choi! Misalnya kita harus belajar bersabar layaknya orang-orang Jawa, ramah layaknya orang-orang Sunda, persistent kayak orang Batak, pintar dagang kayak orang Tionghoa, etc, etc. Yang gak disebut jangan marah.

Selain suku, yang paling sering gw liat (terutama akhir2 ini) tuh hobinya orang Indonesia ngomentarin masalah agama. Just recently booming, netizen ramai mengomentari video kesaksian artis yang pindah agama. Jujur gw jijik banget liat komen2nya. Keliatan rerata IQ-nya orang Indonesia masih hina kali. Seakan-akan takut orang lain membuat pilihan yang berbeda dengan dirinya. Insecurity has always been one of the main trait of Indonesian. Mungkin ini salah satu PR besar kita semua. Choi, kebenaran ga pernah bicara soal jumlah. Lihat Copernicus yang cuma seorang diri dan dianggap gila ternyata benar. Pun dengan Galileo, Newton, dan Einstein. Kebenaran ga bicara soal jumlah! Agama pun bukan mengenai jemaat, agama mengenai pengenalan akan Tuhan. It's always been about the depth of your relationship with God. Dan lo ga bisa ngukur kedalaman itu tanpa lo alamin, tanpa lo jalanin. Masih mending sih cuma comment aja. Yang lebih ampas lagi ada aja sebagian penduduk Indonesia yang menawarkan jabatan atau jodoh dengan menukar kepercayaan. Well, those who did, you will certainly suffer. Seriously man, lo pikir tazos apa bisa dituker2.

Kejadian yang kayak gini di Indonesia tuh sering banget brur. Trus dikomporin lagi sama media yang gak kalah ampasnya. Coba deh cek berita yang gw jijik liat komennya tadi. Di samping2 ada salah satu media online yang kompor banget dengan menambahkan judul berita 'di bulan Ramadhan". Sesungguhnya Bu Risma sebelum nutup Gang Dolly harusnya nutup kantor2 media elektronik dan cetak yang gak jelas kayak gitu dulu. Prostitusi kebenaran jauh lebih bahaya dari prostitusi nafsu. Jual idealisme jurnalistik cuma demi perhatian orang (which leads to money). Hebatnya lagi, orang Indonesia itu setali tiga uang sama media2 kayak gini. Kebanyakan dari kita gak suka ngecek dan mencari kebenaran sebelum bicara. Yang penting kita yang jadi pusat perhatian (or in other words: attention whore). Najis. Indonesians are mostly gullible alias gampang banget dikibulin men (nanti jadi part tersendiri yang bakal gw tulis juga di blog kok. Hehe). Oke, intermezzo nomor 2.

Nah terus kita harus apa dong bro? Kita harus belajar memahami orang brur. Belajar untuk tidak menghakimi sebelum kita kenal lebih dalam tentang saudara2 kita. Indonesia dibangun diatas Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika brur. Kalau kamu merasa golonganmu yang paling benar, bedamu sama penjajah kita jaman dulu apa? Diluar sana ada banyak sekali musuh bersama mengintai setiap hari. Namun tampaknya kita terlalu dibutakan dengan masalah-masalah sepele yang hanya butuh pengendalian diri untuk disingkirkan. Iya, musuh bersama itu adalah: kelaparan, kemiskinan, kebodohan, kedegilan, korupsi, et cetera. You name it. Tanpa semangat bersatu, jangan harap kelak sang Garuda akan mampu terbang kembali.

~Untuk Tuhan, bangsa dan almamater~
Steve Yudea
102.10.052

0 komentar :

Posting Komentar